Julukan “Kota Santet” yang melekat pada Banyuwangi memiliki asal-usul yang terkait dengan kejadian tragis pada tahun 1998, yang dikenal sebagai Tragedi Ninja. Pada masa itu, terjadi pembantaian terhadap sekitar 100 orang yang diduga sebagai dukun santet. Pelaku pembantaian ini mengenakan kostum yang mirip ninja, sehingga peristiwa ini juga dikenal dengan sebutan Tragedi Ninja.
Namun, penting untuk dicatat bahwa orang-orang yang menjadi korban dalam tragedi ini belum terbukti melakukan praktik santet secara sah. Kejadian ini menciptakan citra negatif bagi Banyuwangi sebagai tempat yang terkait dengan praktik-praktik mistis dan kepercayaan supranatural.
Selain itu, keberadaan tempat-tempat mistis seperti Alas Purwo, yang konon merupakan tempat berkumpulnya berbagai entitas seperti jin dan setan, juga turut mendukung julukan “Kota Santet” ini. Alas Purwo dikenal sebagai tempat yang sering dikunjungi oleh pertapa dan pencari ilmu gaib, serta mereka yang mencari bantuan dari entitas supranatural.
Meskipun demikian, Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami perubahan signifikan. Kota ini dikenal karena potensi wisata alamnya yang memukau, seperti Blue Fire dari Kawah Ijen, Greenbay, Pulau Merah, serta kuliner khasnya yang terkenal super pedas seperti Sego Tempong.
Dengan upaya promosi pariwisata yang intensif dan perkembangan infrastruktur yang mendukung, Banyuwangi telah berhasil mengubah citranya menjadi destinasi pariwisata yang menarik. Meskipun julukan “Kota Santet” masih terkadang disebut-sebut, namun kini Banyuwangi lebih dikenal sebagai salah satu tujuan wisata terkemuka di Jawa Timur yang menawarkan pengalaman alam dan budaya yang unik.
Jadi, Banyuwangi memang memiliki sejarah yang kompleks terkait dengan identitasnya sebagai “Kota Santet”, namun kini lebih dikenal sebagai destinasi pariwisata yang maju dan menarik untuk dikunjungi.